Senin, 15 Februari 2010

KETIKA SHALAT DI PERTANYAKAN

Carut marut kehidupan di dunia ini terkadang sudah cukup kuat untuk ku buat alasan ketika keprihatinan merasuk dalam hatiku. Nafsu dunia begitu kuatnya di dinding hati kita sehingga membuat kita kadang kala melakukan sesuatu yang kita sendiri yang menentang dan melanggar sesuatu tersebut. Kemungkaran dan kekejian seolah olah sesuatu yang biasa kita lakukan, bahkan melunturkan unsur tabu yang sudah melekat di dalamnya sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Sebagai seorang muslim Allah SWT sebenarnya sudah memberikan “JIMAT” untuk melawan rayuan syetan dan Iblis agar kita terhindar dari berbuat keji dan munkar, yaitu SHOLAT. SebgaimanA firman Allah, yang artinya : “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabut,45).
Pertanyaannya sudahkah kita melakukan sholat tidak hanya lima waktu dalam 24 jam ketika kita sholat, tetapi dalam setiap desah nafas kita, kehidupan sehari hari kita sudahkah kita mendapatkan salah satu fungsi sholat, salah satu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
Saya teringat kejadian hari Jum’at minggu kemarin, ketika sehabis sholat Jum’at sebut saja kang Paimin, celingak celinguk di depan masjid mencari sandal jepit yang baru di belinya di toko kang Trimo. Sorot mata kang Pimin sudah di sebar kesana kemari tetapi tetap saja tidak menemukan sandal jepit barunya.”cobalah cari sekali lagi” bisikan dari hati kang Paimin. Mata kang Paimin sudah bekerja keras untuk menemukan sesuatu yang bernama sandal jepit. Tetapi sayang sangat di sayang, indera penglihatan kang paimin yang bernama mata selalu mengirim pesan ke sel-sel otaknya bahwa yang mata temukan hanyalah sandal jepit usang yang sudah hampir berlubang di bagian tumitnya.” Barang kali di pinjam seseorang untuk ambil air wudhu atau sekedar buang air kecil, tunggu sajalah sebentar lagi”, kata hati kang Paimin memerintah dirinya.
Sambil menunggu sandal jepit barunya yang barangkali di pinjem seseorang, kang Paimin duduk santai dan termenung menunggu dan berharap seseorang akan mengembalikan sandal jepit barunya. Harapan itu sis-sia, untuk membuktikan bahwa harapannya sia-sia kang Paimin kembali menenggok ke tempat sandalnya tadi di taruh ” iya kan lagi-lagi sandal jepit usang itu yang kamu temukan”, kata hati kang Paimin seolah-olah menyalahkan diri kang Paimin sendiri. Tiba-tiba dengan cepat pikiran kang Paimin mengambil kesimpulan bahwa sandal jepit barunya telah di tukar oleh seseorang dengan sandal jepit usang yang telah berlubang di tumitnya. Anggap saja kesimpulan kang Paimin benar karena kejadian seperti ini sering terjadi di masjid manapun, walaupun ada kemungkinan tertukar dengan tidak sengaja tetapi bagaimana jika tertukarnya sandal jepit kang Paimin oleh seseorang yang dengan sadar dan sengaja di tukar dengan sandal jepit yang sudah usang. Bukankah itu salah satu perbuatan yang keji?
Dari cerita di atas yang jadi masalah bukan sandal jepit baru kang Paimin, tetapi ada dua permasalahan yang jauh lebih besar dari pada sandal jepit kang Paimin. Yaitu yang pertama perbuatan keji dan yang kedua tidak menutup kemungkinan seseorang yang menukar sandal jepit kang Paimin adalah salah satu jama’ah sholat jum’at di masjid tempat kang Paimin sholat Jum’at. Itu artinya orang tersebut juga habis melaksanakan sholat Jum’at. Suatu kejadian yang ironis ketika kita hubungkan cerita tersebut dengan firman Allah di surat Al-ankabut ayat 45 di atas. Kalau kita mau membuka jendela informasi kita baik melalui Koran, televisi, radi, internet dan lain-lain, bukan masalah sandal jepit kang Paimin yang akan kita temukan tetapi sesuatu kekejian yang lebih besar. Suatu missal korupsi, kolusi yang sepertinya sudah jadi budaya negeri ini, dan lebih banyak lagi. Kesemua kekejian itu tidak menutup kemungkinan di lakukan oleh orang-orang yang bisa di katakana sholat lima waktu juga tertib.
Sudah begitu kurang ajarkah kita sehingga melakukan tiga hal yang bertentangan, keji, mungkar dan sholat jadi satu dalam diri kita, atau memang sholat kita yang belum di definisikan sholat yang benar. Sehingga kita tidak mendapatkan power dari sholat kita untuk melawan bisikan setan agar kita melaksanakan perbuatan yang keji dan mungkar. Sering kali raga kita melakukan sholat tapi hati dan pikiran kita jauh melayang, bukannya mengingat keagungan Allah SWT tetapi justru bisnis kita, karier kita, ternak kita, sekolah kita bahkan mungkin pacar kita. Pertanyaannya, bisakah kita menghadirkan kekuatan sholat di setiap desah nafas dan langkah kita untuk terhindar dari perbuatan kjeji dan mungkar dengan kwalitas sholat seperti itu?
Yang jelas firman Allah dalam surat Al-ankabut ayat 45 di atas pasti benar bahkan tidak ada satu orangpun yang boleh meragukannya. Kalaupun kita masih melakukan perbuatan keji dan mungkar sedangkan kita sudah melaksanakan sholat lima waktu. Ada kemungkinan kwalitas sholat kita yang masih rendah, sehingga seolah-olah sholat hanyalah aktivitas fisik raga kita sedangkan kita masih terlalu asyik dengan nafsu duniawi. Mungkin inilah yang menjadikan kita tidak mendapatkan kekuatan dari sholat agar kita terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
Sujujurnya saya pribadi masih terlalu goblok untuk menjalankan sholat secara benar, baik sholat raga maupun hati lebih-lebih sholat di setiap desah nafas dan lahkah kita dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi apa salahnya kalau kita belajar dan berproses dari sekarang tentang sholat yang sebenarnya agar kita tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Mudah-mudahan Allah SWT selalu mengampuni kekhilafan kita dan memberikan hidayah dan maunahNya kepada semua hambaNya yang selalu berusaha mendekatkan diri kepadaNya. Amien…..wallahua’lam.
Oleh: AGUS CAHYONO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar